Tuesday, March 27, 2012

SoftSkill :: Ilmu Budaya Dasar -- Manusia dan Kebudayaan :: Kebudayaan Kota Pekalongan

     KOTA PEKALONGAN - merupakan warisan budaya masa lalu yang pernah menjadi ibukota karesidenan pada zaman kolonial sampai dengan masa kemerdekaan yang mempunyai banyak peningalan-peninggalan bersejarah, seperti:  gedung pemerintahan pada masa colonial, kantor pembantu gubernur/residen, dan rumah dinas pembantu gubernur/residen. Selain itu, ada juga lembaga pemasyarakatan, kantor pelabuhan, kantor pos dan giro, stasiun kereta api, tempat ibadah (Masjid Kuno Jami’), Masjid Sapuro, klenteng, serta Rumah Pangeran Keputran, Rumah Pribadi Patih Sepuh, Rumah Adat Pekalongan, dan Rumah Pecinan. Peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut merupakan potensi pariwisata Kota Pekalongan yang sedang terus dikembangkan sebagai daya tarik wisatawan, baik lokal, regional, nasional, maupun internasional.
      Kota Pekalongan merupakan salah satu kota penting dalam penyebaran agama Islam di Pesisir Pulau Jawa. Tidak heran banyak tokoh Islam yang berpengaruh dalam membawa dan mengembangkan ajaran agama Islam yang akhinya dimakamkan di Kota Pekalongan. Salah satunya adalah Sayid Ahmad bin Abdullah bin Tholib Al Atas. Beliau adalah seorang ulama besar yang semasa hidupnya sangat berjasa dalam merintis pendirian beberapa pondok pesantren di Pulau Jawa. Makam beliau terletak di Jalan Irian Kelurahan Sapuro, Kecamatan Pekalongan Barat, sekitar 1000 meter dari terminal bus Kota Pekalongan. Di dekat komplek pemakaman beliau juga terdapat masjid tua bernama ’Masjid Aulia” yang dibangun pada tahun 1113 H/1714 M. Para pengunjung adalah mereka yang ingin melakukan ritual ziarah makam, biasanya datang pada hari Kamis dan Jum’at. Jumlah pengunjung mencapai puncaknya setiap tanggal 14 Sya’ban/ Ruwah di mana setiap tanggal itu diadakan acara Sya’banan atau lebih dikenal dengan istilah “Khol”, ziarah makam dibuka untuk umum setiap harinya. Pengunjung datang dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari Malaysia dan Brunei Darussalam. Jumlah pengunjung makam sulit untuk diketahui secara pasti, pada setiap Khol jumlah pengunjung bisa mencapai ribuan orang. Fasilitas yang tersedia bagi pengunjung di komplek makam ini adalah lahan parkir cukup luas, masjid, penginapan, rumah makan, pedagang souvenir, dan lain-lain.
       Di Kota Pekalongan terdapat beberapa tradisi, salah satunya adalah tradisi sedekah laut atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Nyadran” yang banyak pula dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat nelayan Kota Pekalongan setiap bulan Syuro sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil laut yang melimpah. Pada tradisi ini para nelayan bersama masyarakat mengadakan Ritual Sadranan dengan menghias kapal-kapal nelayan yang berisi sesaji antara lain kepala kerbau, aneka jajan pasar, wayang Dewi Sri dan Pandawa Lima, aneka mainan anak-anak, serta setelah melalui beberapa prosesi dan do’a selamatan kemudian dibawa ketengah laut untuk dilarung yang diawali pelarungan kepala kerbau oleh seorang tokoh spiritual. Isi perahu yang telah dilarung akan menjadi rebutan anak-anak nelayan dengan harapan mendapat barokah dari Allah SWT melalui barang-barang yang dilarung tersebut. Pada saat yang bersamaan diselenggarakan juga Ritual Pementasan Wayang Kulit dengan cerita Bedog Basu yang menceritakan terjadinya ikan di darat dam di laut, serta berbagai kegiatan lomba olahraga, kesenian dan kulirner ikan hasil tangkapan nelayan. Kemudian ada pula kesenian Sintren, yaitu kesenian tradisional masyarakat Pekalongan dan sekitarnya, yang merupakan sebuah tarian yang berbau mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dan Sulandono. Tersebut dalam kisah bahwa Sulandono adalah putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Kir Baurekso, akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung melalui alam ghoib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari memasukkan roh bidadari ketubuh Sulasih, pada saat itu pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan diantara Sulasih dan Raden Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan Sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari benar-benar masih dalam keadaan suci (perawan). Sinteren diperankan seorang gaadis yang masih suci, dibantu oleh pawangnya dan diiringi gending 6 orang sesuai Pengembangan tari sintren sebagai hiburan budaya maka dilengkapi dengan penari pendamping dan bador (lawak). Di dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam permainan sintren, si pawang (dalang) sering mengundang roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan sintren. Bilamana hal itu dapat berhasil maka pemain sintren akan kelihatan lebih cantik dan dalam membawakan tarian lebih lincah dan mempesonakan. Kesenian Sintren ini sangat dikenal dan populer di daerah Pantura terutama Eks Karesidenan Pekalongan. Pada jaman dahulu acara ini digunakan untuk acara hiburan dan ajang komunikasi muda mudi untuk mencari jodoh, selain itu kesenian ini digunakan sebagai mediasi untuk meminta hujan. Sedangkan saat ini sintren masih sering dipentaskan pada hari-hari besar nasional serta untuk menyambut tamu resmi.
      Kota Pekalongan kaya dengan acara budaya tradisional. Tradisi ini tetap terpelihara secara turun temurun dalam kurun waktu yang panjang. Para wisatawan yang kebetulan berkunjung bertepatan dengan penyelenggaraan acara-acara tradisional ini, bisa ikut menyaksikan jalannya upacara yang cukup menarik dan unik. Beberapa acara tradisi ini diantaranya adalah Syawalan atau Krapyakan (lopis raksasa). Syawalan merupakan tradisi masyarakat Kota Pekalongan khususnya masyarakat Daerah Krapyak di bagian utara Kota Pekalongan, yang dilaksanakan pada setiap hari ketujuh sesudah Hari Raya Idul Fitri. Hal paling menarik dalam pelaksanaan tradisi ini adalah dibuatnya lopis raksasa yang ukurannya mencapai tinggi 2 meter diameter 1,5 meter dan berat mencapai 500 Kg. Setelah acara do’a bersama, lopis raksasa kemudian dipotong oleh Walikota Pekalongan dan dibagi-bagikan kepada para pengunjung. Para perngunjung biasanya berebut untuk mendapatkan Lopis tersebut yang maksudnya untuk mendapat berkah. Pembuatan Lopis dimaksudkan untuk mempererat tali silahturahmi antara masyarakat Krapyak dan dengan masyarakat daerah sekitarnya, hal ini diidentikkan dengan sifat Lopis yang lengket atau merekatkan. Masyarakat Krapyak juga biasanya menyediakan makanan ringan dan minuman secara gratis kepada para pengunjung. Jumlah pengunjung pada tradisi ini mencapai ribuan orang yang berasal dari seluruh Kota Pekalongan dan sekitarnya. Selain itu ada pula kesenian Samproh, merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan islam, yang beranggotakan beberapa wanita dengan diiringi lantunan alat musik seperti rebana, Sedangkan Simtuduror juga merupakan kesenian tradisional yang bernafaskan Islam dengan menggunakan Rebana dan Jidor sebagai alat musiknya. Kesenian ini beranggotakan antara 15 orang - 20 orang, dengan diiringi musik mereka melantunkan puji-pujian atau sholawatan sebagai ungkapan syukur dan permohonan keselamatan dunia dan akhiran pada Allah SWT. Kesenian ini biasa digunakan pada saat pembukaan acara khajatan atau selamatan yang diselenggarakan oleh warga masyarakat Kota Pekalongan yang terkenal dengan ketaatannya dalam menjalankan perintah agama Islam. Satu lagi tradisi yang tidak ketinggalan dari Kota Pekalongan, yaitu tradisi Pek Chun. Pada hakekatnya hampir sama dengan Nyadran. Hanya saja, tradisi ini diselenggarakan oleh warga Tionghoa di Kota Pekalongan. Pada prinsipnya acaranya sama, hanya penyelenggara, isi perahu, dan waktunya yang berbeda. Tradisi Pek Chun dilaksanakan oleh masyarakat Tionghoa menurut kalender China pada perayaan tahun baru China atau Imlek. Acara yang mengiringi tradisi Pek Chun adalah pentas seni Barongsai dan kesenian masyarakat China lainnya serta makan bersama dan pelaksanaan berbagai lomba.

    No comments:

    Post a Comment